๐—ฆ๐—ง๐—ข๐—ฃ ๐—•๐—˜๐—œ๐—ก๐—š ๐—ฃ๐—˜๐—ข๐—ฃ๐—Ÿ๐—˜ ๐—ฃ๐—Ÿ๐—˜๐—”๐—ฆ๐—˜๐—ฅ


Aku mengakui kalau sebenarnya selama ini aku adalah people pleaser. Istilah ini mulai aku kenal sejak 3 tahunan yang lalu, ketika aku sering menyimak konten tentang kesehatan mental. Aku cukup merasa relate dengan ciri-ciri people pleaser. 
Setelah mengetahui bahwa ini tidak sehat untuk mental, tentu aku ingin berubah. Aku ingin menjadi kritis pada setiap opini, saran atau apapun yang orang lain minta atau katakan kepadaku. Tentu saja tidak mudah. Kebiasaan menjadi penerima, konsumen pasif dan jarang kritis, membuatku sering men-iya kan apa yang orang lain katakan. 

Awalnya aku hanya merasa malas ribet. Tapi rasa-rasanya kalau untuk sesuatu yang lebih besar ini benar-benar tidak baik. Aku bisa terus terkungkung dalam pendapat orang lain terus menerus. 

Dengan bekal kesadaran dan ilmu psikologi yang pelan-pelan aku dalami lagi ini, aku ingin menjadi lebih baik. 
Berusaha untuk bisa mempertahankan opini pribadi tanpa takut dibenci atau dihakimi karena berbeda. Berusaha untuk mengutamakan prioritas daripada rasa tidak nyaman karena menolak ajakan teman. 
Berusaha untuk tidak menyanggupi segala yang orang lain minta, karena sadar kita punya batasan diri.

Tantangannya adalah ketika berhadapan dengan teman dekat, saudara, kerabat atau bahkan orangtua. Meskipun lebih sulit karena kita tentu tidak ingin mengecewakan orang-orang terdekat. Tapi harus tetap rasional bahwa dalam hidup, kita perlu menentukan prioritas. Bukan juga egois atau selfish, tapi selalu ada untuk orang lain adalah hal yang mustahil. Jadi sesekali tidak apa-apa jika tidak selalu ada untuk mereka. 

Sekian celoteh malam ini

Surabaya, 09 Agustus 2024
๐Ÿ“ทpinterest


Di edit esok harinya ✨

Komentar